Bersiap taraweh di roof top Al Haram-Mekah |
Karena teman saya menbawa rice cooker kecil, kadang kami masak nasi dengan lauk yang kami bawa dari rumah masing-masing. Tapi berbuka dan sahur di kamar hotel tidak seindah berbuka bersama di masjid ataupun dijalanan, alhasil saya seringnya melewatkan hal ini.
MADINAH ALMUNAWWARAH
Di sudut-sudut jalan banyak gelaran-gelaran berbuka puasa bersama, biasanya mereka akan memanggil kita untuk bergabung. Saya lebih suka bergabung di pelataran Masjid Nabawi, lebih syahdu dan tenang. Jika ingin berbuka di dalam masjid, tetaplah di dalam masjid setelah shalat ashar, jika tidak biasanya akan penuh.
Berbuka bersama di pelataran Masjid Nabawi memberikan nuansa kebersamaan yang begitu kental. Siapapun yang masuk ke area pelataran, akan digiring menuju barisan-barisan panjang di mana terdapat orang yang duduk saling berhadapan dan ditengahnya terdapat hamparan plastik.
Menu nya? Es buah? Jauhkan pikiran itu. Biji salak? Orang arab pasti gak bisa membuatnya. Kolak? Ini apalagi, coret meski dalam bayang-bayang. Sirop? Gak ada pohon tebu di Saudi. Es cendol? Duh, ribet bangat membuatnya, gak ada kelapa pula buat santannya. Lah terus? Ya kurma lah, apalagi!!.
selain shalat berjamaah, tiduran juga berjamaah di Nabawi |
Berbuka bersama di pinggiran Nabawi |
dermawan membagikan makanan berbuka puasa |
Kurma, roti, air zam-zam dan yoghurt. Itulah yang saya makan saat berbuka hari ini, esok, lusa dan esok lusa. Gak bosen? Bosan sih tidak tapi masih lapar nya yang pasti. Biasanya setelah sholat maghrib, saya akan pergi ke kantin atau sesekali kembali ke hotel menyantap nasi dan lauk pauk ala kadar nya. Jeda antara Maghrib ke Isya di Saudi sekitar 2jam. Jadi baru pukul 21:00an Isya dan kemudian taraweh dilaksanakan. Jadi ada banyak waktu untuk bersantap besar ataupun istirahat sebentar di hotel.
Shawarma |
Entah apa namanya, saya bilangnya acar arab |
kantin di Madinah |
Saat santap sahur tiba, kembali para dermawan membagi-bagikan menu sahur layaknya saat akan berbuka puasa. Ada yang berkeliling dengan menggunakan mobil pick up bak terbuka, mobil pribadi, berjalan kaki dan adapula yang memakai gerobak. Ah, banyak sekali ya pahala mereka sepertinya.
Lain di Madinah beda di Mekah. Di Mekah tidak setertib Madinah, untuk dapat pembagian makanan saja kadang harus antri dan berebutan. Saya seperti tidak dapat merasakan kekhidmatan.
MEKAH ALMUKARRAMAH
Al Haram, 45 derajat celcius menjelang tengah hari |
Entah karena begitu banyaknya orang sehingga sulit untuk di atur atau memang tidak ada moment-moment berbuka puasa seperti layaknya di Madinah. Semua terkesan sendiri-sendiri dan bergerombol antar sesama teman dan keluarga. Tidak beraturan, semua main ndeprok di manapun suka. Tidak hanya di pelataran namun di beberapa area seperti tempat sa'i. Hanya di dalam Alharam lah terdapat gelaran plastik memanjang itupun hanya beberapa buah kurma dan segelas air zam-zam. Tidak ada roti, tanpa yoghurt dan boro-boro juice botolan.
Selain karena sunnah nabi, sudah menjadi kebiasaan orang arab jika berbuka pasti dengan santai melahap kurma terlebih dahulu, kemudian minum teh hangat sedikit-sedikit, dilanjutkan dengan kurma lagi dan air zam-zam. Sementara saya? Glek..glek..glek, kalap dengan air zam-zam. Satu gelas gak cukup bahkan kadang sampai 3-4 gelas baru kemudian kurma. Tuhan, betapa saya menginginkan kolak dan biji salak rasanya setelah dahaga itu sirna.
Menu minimalist berbuka puasa di Alharam-Mekah |
kalo lagi lapar bangat, nambah beli "broast" |
Yang lucu di Mekah ini adalah saat-saat setelah berbuka puasa. Mendadak terjadi kerusuhan. Para petugas kebersihan berlarian membersihkan sisa-sisa sampah yang bertebaran seperti habis perang makanan. Ada yang berteriak-teriak mengusir orang-orang, ada yang mengeruk-ngeruk sampahnya, ada yang nyiramin lantainya dan ada yang mengeringkan dengan sebuah mobil. Lah, lucu nya di mana?. Ya orang-orangnya yang lucu. Ada yang anteng makan meski petugas bergegas membersihkan, ada yang berlarian lewat meski di halau petugas, ada yang tetep selfie berfoto-foto, ada yang berjalan santai damai dan akhirnya ke tabrak mobil pembersih bahkan ada yang terjatuh keserimpet dan licin. Ya Allah, pada minggir dulu kek ya.
Memang di saat setelah berbuka puasa adalah masa paling berat para petugas kebersihan. Di saat orang lain masih asyik makan, mereka harus siap bertempur lagi hanya dalam beberapa menit ke depan sebelum panggilan qamat sholat maghrib berkumandang. Lucunya lagi, mereka berlarian di dalam bentangan sebuah tali bergerak ke sana kemari sambil berteriak-teriak menghalau orang-orang. Tak mau minggir? Siap-siap saja kecipratan busa bercampur air keruh sisa makanan.
SHALAT TARAWEH BERJAMAAH
bersantai setelah taraweh usai |
Sesepuh imam Alharam lainnya syeikh Sudais, tapi saya kurang begitu suka karena di beberapa part beliau suka menangis. Mungkin karena ayat yang sedang dibaca mengandung arti yang dalam buat beliau tapi saya merasa kok beliau seperti mengajak jamaah menangis tapi saya tidak bisa ikut menangis.
Malam-malam di Mekah terasa begitu megah saat taraweh dilaksanakan. Dahulu saya selalu takjub manakala melihat tayangan di televisi dan sekarang saya menjadi bagian daripada orang-orang yang di sorot televisi itu. Di sela-sela jeda setiap rakaat, terkadang saya menatap langit dan berharap ada cahaya atau kerlip bintang nun jauh di sana mengedipkan secercah harapan dari Tuhan, Selamat datang di tempat tertinggi di muka bumi.
Saat rakaat terakhir dan qunut dikumandangkan, tak sedikit jamaah yang berurai air mata mengamini setiap doa yang dipanjatkan sang Imam. Di saat itulah segala perasaan tumpah ruah. Sosok diri yang penuh noda kini berdiri dan berpijak di lantai sebuah tempat yang agung, memohon segala ampunan dan terkabulnya doa-doa pada bulan yang suci diantara semua bulan.
Ini belum sepuluh malam terakhir, di mana malam lailatul qadr dijanjikan turun di malam ganjil. Entah bagaimana riuh rendahnya isak tangis imam dan para jamaah dari seluruh pelosok Alharam mengiringi doa-doa yang sudah pasti penuh dengan segala permohonan kepada sang maha pemilik alam semesta. Ah, sayangnya kala itu saya harus pulang dan tidak bisa menikmati momentnya.
Air zam-zam santapan hari-hari tiap selesai taraweh |
Setelah selesai sholat, sudah menjadi tradisi untuk meminum air zam-zam. Baru setelahnya jamaah bergerak keluar bersamaan menuju satu tempat yang sama, pintu keluar. Penuh, sesak dan himpit-himpitan layaknya sedang thawaf dan bisa memakan waktu setengah jam untuk mencapai pelataran Alharam. Dipastikan saya baru sampai di hotel yang berjarak kurang lebih 1km dari Alharam ini pukul 01:00 dini hari.
Jam 03:00 dini hari, saya harus bersiap kembali menuju Alharam untuk bersahur bersama dan ibadah malam serta shalat shubuh. Kurang tidur? Pasti bangat. Capek? Jangan ditanya. Ingin tidur lagi? Buangat-buangat. Jika tidak ingat kalau sedang di tanah haram, ingin rasanya saya meringkuk sampai kaki bisa lurus kembali.
Pernah satu malam saya terbangun persis saat azan shubuh berkumandang. Mungkin hari itu adalah puncak di mana badan saya meminta hak nya untuk beristirahat. Saya hanya memandang buah kurma sisa buka puasa yang tergeletak di meja dan bergumam "ya allah, bangunkan saya sebelum azan lima menit saja kek gitu, agar bisa sedikit mengisi perut buat bekal esok hari berpuasa dan berumroh".
taraweh di roof top Al Nabawi |
taraweh di lantai bawah Al Nabawi |
Setelah subuh, jika tidak sedang kelelahan, saya sempatkan untuk thawaf sunnah, ke hijr ismail, multajam dan mencoba mencium hajar aswad. Hijr Ismail dan Hajar Aswad kadang lebih mudah di capai di antara jam 6-7 pagi. Eh, ini hipotesa saya saja sebetulnya, karena jam berapapun sekeliling ka'bah tidak pernah sepi. Tapi dua kali dapat mencium Hajar Aswad dan berkali-kali dengan mudah masuk ke Hijr Ismail, ya di antara jam segitu. Mungkin itu hanya kebetulan saja. Setelah selesai, saya kembali ke hotel untuk mandi dan berihram kemudian ber umroh.
BERSAMBUNG